Free Games Online

Sabtu, 06 Juni 2009

INDAHNYA BERTAUBAT


Hari-hari kita mestinya adalah hari-hari taubat.
Karena setiap saat, setiap detik, antara cahaya dan
kegelapan, antara dosa dan pahala, antara harapan dan penyesalan saling berebut di hati anda. Bahkan jika hari ini pun anda menyesali apa yang anda lakukan, besok pun terulang kembali dosa yang sama dalam waktu dan tempat berbeda, atau dalam bentuk yang berbeda pula.

Allah Maha Tahu, betapa sombongnya manusia, betapa
lemahnya manusia, betapa fananya manusia, dan
banyaknya manusia yang mengeluh, betapa banyaknya
manusia yang tidak bersyukur, betapa banyaknya manusia
yang tidak menalarkan akal sehatnya, betapa banyaknya
yang tidak mampu mengekang hawa nafsunya.

Dan, dengan Kemaha Besaran, serta Kemaha Lembutan
Kasih Sayangnya, Allah memanggil kita semua, dengan
panggilan kemahalembutan dan kasihNya, “Wahai
orang-orang yang beriman, kembalilah kepada Allah
(bertaubatlah) kalian semua, wahai (hamba-hambaKu)
yang (mengaku) beriman, agar kalian semua bahagia.”
(an-Nuur:31)

Lalu gelombang demi gelombang cahaya memancarkan
pembersihan atas kegelapan-kegelapan kita. Gelombang
air qudus memandikan kotoran-kotoran bumi kita,
penyesalan menjadi pintu gerbang bagi haribaanNya,
Istighfar menjadi luapan paling indah dari PelukanNya.
Sebab disanalah peleburan, penyirnaan, kefanaan dan
kehambaan maujud. “Akulah hamba dan Engkaulah Rabb”

Lalu Rasulullah SAW. menegaskan betapa lebih
gembiranya Allah ketimbang seorang yang kehilangan
kendaraan unta beserta seluruh hartanya, dalam drama
yang mengenaskan, sampai lelah, ia terlunglaikan dalam
lelah tidurnya. Ketika ia bangun dari lelap tidurnya,
unta dan seluruh hartanya ada di depan mata. Allah
lebih erat memeluknya ketimbang eratnya pelukan si
fulan yang kehilangan harta benda, kemudian ada di
depannya.

Lihatlah, seperti air gunung yang melimpah, bening
bercahaya. Lihatlah seperti gulungan-gulungan ombak
KinasihNya yang mengejar seluruh apa pun yeng membuat
bergolak KecemburuanNya. Lihatlah kabut-kabut dan
mega-mega tersingkap oleh Tangan-Tangan KekuasaanNya,
dan Senyuman Keabadian Yang Agung menerima kita semua.
Hamba-hambaNya yang bertobat.

Karena itu janganlah takut dengan taubat, karena
taubat itu indah dan penuh cinta. Janganlah khawatir
dengan taubat, karena kekhawatiran itu adalah nafsu
yang dikelola oleh kandang-kandang syetan. Janganlah
pesimis atas ampunanNya, karena jika langit dan bumi
ini dipenuhi oleh noda-noda kita, dosa-dosa kita,
kesalahan dan kezaliman kita, niscaya ampunan,
maghfirah, kemaafan, dan cintaNya lebih besar dari
semuanya.

Bahkan kata Ibnu Athaillah as-Sakandary, “Terkadang
Allah mentakdirkan hamba-hambaNya berbuat dosa, agar
si hamba lebih dekat kepadaNya.” Amboi betapa indah
dan luhurnya Dia, kita harus berbaik sangka kepadaNya,
bahwa dosa-dosa pun bagian dari cara Dia mendidik
kita. Ketika kita cerdas dan pandai, seluruh kesadaran
kita sudah kembali kepadaNya. Tetapi janganlah kita
begitu gegabah memaknai, dengan merasa berbesar diri,
menyepelekan dosa-dosa kita, hanya karena dosa kita
tak ada apa-apanya disbanding ampunanNya.
Jangan pula kita berbangga dengan dosa-dosa kita,
hanya karena berbangga dengan dosa itu melemparkan kita
pada kegelapan paling mengerikan: Jauh dari Cinta dan pelukan Ilahi.

Karena itu mari kita bertobat. Taubatan Nasuha. Taubat
yang yang sesungguhnya. Pertama-tama kita taubati
dosa-dosa kita, karena hari demi hari, ada saja
dosa-dosa yang menempel bagai debu di tubuh kita.
Semua hanyalah debu-debu yang hamper tiada artinya,
lama-lama telah berubah menjadi kumpulan debu dan
gundukan kotoran di tubuh kita, lalu menjadi dosa
besar namanya. Apalagi jika kumpulan kotoran itu
adalah noda-noda besar kita. Oh, Tuhan, ternyata
engkau tidak tega menyiksa mereka, ketika mereka
sedang bergelora dalam istighfar. (al-Qur’an)

Lalu kita masuki taubat berikutnya: Taubat atas
kealpaan kita, kelalaian kita, dari mengingat allah
dalam hari-hari dan waktu kita. Perselingkuhan kita
dengan syetan dan dunia, telah mejauhkan diri kita
dari Allah, dan Allah terasa hilang dari hati kita.
Detik-detik jantung kita, gerak-gerik syaraf ruhani
kita, ternyata begitu terabaikan dari campur tangan
Allah disana. Makanya, sudah niscaya, jika istighfar
menjadi buah bibir hati kita. Inilah taubatnya para
Kekasih Allah. Taubat dari kealpaan bermesraan dengan
Allah. Taubat dari kealpaan Dzikrullah. Inabah
namanya.

Kemudian tahap selanjutnya, kita bertaubat dari segala
apa saja selain Allah. Sebab selain Allah senantiasa
sirna, dan hanya WajahNya yang Abadi. Keabadian Allah
janganlah dibiarkan terlantar di kuburan dunia, karena
itu segala hal selain Allah sesungguhnya dusta belaka.
Dan karenaNya, kita taubati semuanya. Itulah jika kita
ingin meneladani Nabi dan RasulNya. Mereka para
pilihan itu, tak ingin sekejap pun hatinya kehilangan
Dia. Itulah yang disebut dengan Aubah.

Junaid al-baghdady pernah mengisahkan: Suatu hari aku
masuk ke tempat Sarru as-Saqathy. Aku lihat dia sedang
bingung. “Ada apa dengan anda?” tanyaku kepadanya.
“Ada seorang pemuda datang kepadaku bertanya tentang
taubat, lalu kukatakan padanya, “Hendaknya engkau
tidak melupakan dosa-dosamu.” Tapi pemuda itu
menentangku, malah balik berkata, “sebaliknya malah
lupakan saja dosa-dosamu.”
Lalu Junaid berkata, “Menurut benakku, apa yang
dikatakan pemuda itu benar.”
“Kenapa anda bicara begitu?”
“Karena ketika aku dalam musim panas, kemudian Allah memindahkan diriku di musim dingin, maka sesungguhnya menyebut-nyebut musim panas di musim dingin adalah panas pula artinya.” Maka as-Saqathy pun terdiam.

Kalimat anak muda ini senantiasa dituturkan sama oleh
Junaid, “Bahwa taubat adalah melupakan dosa-dosa
anda.” Tentu berbeda dengan pernyataan Sahl bin
Abndullah, taubat hendaknya anda jangan melupakan dosa
anda.

Para sufi memiliki pengamalan tentang taubat. Dzun
Nuun al-Mishry menyatakan, taubat kalangan publik itu,
dari dosa. Taubat kalangan khawash itu dari alpa.
Sedang An-Nury menegaskan puncak taubat, “hendaknya
kalian bertobat dari segala hal selain Allah.”
Al-Wasithy menyebutkan, Taubatan Nasuha, adalah jika
tidak tersisa sedikit pun kemaksiatan, baik maksiat
lahir maupun maksiat batin.

Lebih dari itu semua, pengalaman taubat adalah
refleksi dari kondisi ruhani masing-masing hambaNya.
Yang lebh penting adalah mutiara-mutiara yang
tersimpan dibalik pertaubatan itu. Mutiara Cinta Ilahi
yang tak ternilai. Karena itu Allah ta’ala sampai
berfirman, “Katakan (Muhammad), Jika kalian mencintai
Allah, maka ikutilah aku, Allah bakal mencintaimu.”
Ya, mengikuti jejak Rasulullah saw, melalui pintu
taubat adalah beristighfar, minimal 70 kali sehari,
atau seratus kali sebagaimana teladan yang diberikan
kepada kita. “Dan kepada Kamilah mereka kembali…”
(al-Ghasyiyah 26).

Pertaubatan memanglah sehari-hari tak bisa kita
lepaskan. Kata Tawwaabin (orang-orang yang betaubat),
dikaitkan dengan Mutathohhirin (orang-orang yang
menyucikan hati). Maknanya, taubat sebagai awal
pembuka, maka disanalah ada penyucian jiwa. Proses
taubat sampai akhirnya, hingga jiwa-jiwa menjadi suci,
adalah proses yang dicintai oleh Allah.

Tidak ada komentar: